MAKASSAR—Ketua Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) Dewan Perwakilan Daerah Repubik Indonesia (DPD RI) Ir Stefanus BAN Liow MAP mengungkapkan, untuk ketahanan pangan, perlu ada perubahan mindset. Yakni dijadikan subjek, bukan objek, sehingga mampu menjadi nilai tambah dalam peningkatanm aktivitas ekonomi masyarakat dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal itu dikatakan Senator Stefanus Liow dalam dialog di Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Jumat (19/1/2024). Dari hasil diskusi tersebut, seperti dilansir dari manadotoday.co.id, Senator Stefanus Liow yang kembali maju sebagai Calon Anggota DPD RI Dapil Sulut Nomor Urut 8 pada Pemilu 2024, mendorong Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk melakukan penyempurnaan Peraturan Daerah (Perda) tentang Ketahanan Pangan.
‘’Ya, hasil dari dialog antara BULD DPD RI bekerja sama dengan Fakuktas Pertanian Universitas Hasanuddin Makasar, dalam rangka pemantauan dan evaluasi rancangan peraturan daerah/peraturan daerah tentang ketahanan pangan, mengemuka soal perlu adanya perubahan mindset,’’ kata Stefanus Liow kepada wartawan.
Dalam pemaparan awal, Stefanus Liow, Senator Indonesia asal Sulawesi Utara menjelaskan bahwa dialog digelar untuk menggali masukan, pandangan dan pendapat dari berbagai stakholder. Itu terkait permasalahan kebijakan pangan nasional yang berimplikasi pada pembangunan pangan dan pembentukan perda ketahanan pangan daerah. Juga upaya, langkah, dan kebijakan strategi daerah untuk menjalankan pembangunan dan ketahanan pangan dalam, rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah. Serta perkembangan isu-isu politik pangan dan pertanian di daerah Provinsi Sulawesi Selatan.
Acara diawali dengan penyampaian sambutan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Prof Dr Ir Salengke MSc yang memberikan apresiasi dan terima kasih kepada BULD DPD RI atas kepercayaan sebagai penyelenggara dialog. Adapun Narasumber lainnya, Pj Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang juga Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sulawesi Selatan Drs Andi Muhammad Arsyad MSi, Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin Prof Dr Ir Ambo Ala MS, dan akademisi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Dr Kadarudin SH MH CLA.
Dialog dipandu oleh Ridwan Tuahunse SH (Perancang Peraturan Perundang-undangan Setjen DPD RI). Kegiatan ini dihadiri oleh sembilan Anggota BULD DPD RI, serta berbagai stakholder/elemen masyarakat. Diantaranya unsur Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Sulawesi Selatan, Civitas Akademica Universitas Hasanuddin, DPRD Sulsel, pemerhati ketahanan pangan, dan tokoh masyarakat.
Drs Andi Muhammad Arsyad MSi. menyampaikan bahwa keberhasilan Provinsi Sulawesi Selatan sebagai 3 besar dalam meraih Indeks Ketahanan Pangan secara Nasional tidak luput dari komitmen pemerintah provinsi untuk menjamin ketersediaan pangan dan keterjangkauan pangan. Andi pula mengakui bahwa Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sulawesi Selatan yang mengatur tentang pengelolaan ketahanan pangan perlu disempurnakan karena masih mengacu pada UU Ketahanan Pangan lama.
Perda yang ada masih bicara tentang ketahanan pangan, sedangkan arah kebijakan ke depan tidak saja tentang ketahanan pangan melainkan juga kemandirian pangan dan kedaulatan pangan. ‘’Diskusi ini sangat strategis karena kita perlu bicara mengenai payung hukum sebagai landasan bagi kewenangan pemerintah provinsi untuk memenuhi tidak saja ketahanan pangan, tetapi sekaligus kemandirian dan kedaulatan pangan,’’ katanya.
Meskipun Sulawesi Selatan adalah lumbung pangan namun saat ini tengah menghadapi tantangan atas fenomena menurunnya minat masyarakat untuk bekerja di sektor pertanian dan merebaknya alih fungsi lahan yang berdampak pada penurunan produktivitas pangan. Prof Dr Ir Ambo Ala MS menjelaskan strategisnya ketahanan pangan bagi negara. ‘’Ketahanan pangan adalah benteng terakhir ketahanan negara. Saat ini laju pertumbuhan demand pangan telah melampaui laju pertumbuhan suplai pangan di hampir semua negara sehingga ketahanan pangan telah menjadi isu global,’’ jelas Prof Ambo Ala yang pernah menjabat Dekan Fakultas Pertanian dan Wakil Rektor Unhas.
Secara rinci, diterangkan mantan Anggota Watimpres RI Membidangi Pertanian dan Pangan ini, bahwa terdapat 4 faktor kunci untuk memperkuat ketahanan pangan. Pertama, mampu menjamin ketersediaan jangka panjang sekalipun ketidakpastian global meningkat. Kedua, mampu mengamankan suplai pangan sehat dan meningkatkan keuntungan sosial, dengan dampak lingkungannya yang rendah. Ketiga, mampu menjamin keterjangkauan pangan, dan keempat, mampu menghasilkan dan merespons preferensi konsumen dalam hal kebutuhan sosial.
Dijelaskan pula bahwa untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan, perlu adanya perubahan mindset mengenai modernisasi pertanian dengan memperhatikan aspek tradisional yang sarat kearifan lokal. ‘’Modernisasi pertanian yang dilakukan jangan sampai merusak kearifan lokal melainkan justru harus menghidupkan lokal dan indigenous knowledge,’’ terangnya.
Pakar Hukum Unhas Dr Kadarudin SH MH menyoroti persoalan ketahanan pangan dari aspek hukum. Materi muatan Undang-Undang Pangan dinilai menyebabkan terjadinya permasalahan disharmoni dengan undang-undang lainnya, khususnya Undang-Undang Penataan Ruang dan Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Kota Makassar misalnya, tidak mendapatkan ruang pengaturan dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Makassar. Hal ini mengakibatkan Perda LP2B tidak implementatif. Oleh karenanya, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Pangan dan harmonisasi baik secara horizontal dengan undang-undang terkait lainnya maupun secara vertikal dengan perda. (mtc/red)